Minggu, 06 Mei 2012
PT. KODECO TIMBER Tanbu Gusur Tanah dan Rumah Penduduk
Laporan Khusus Untuk Kapolri dan Ketua Komnas HAM
Diduga Melibatkan Preman, Oknum Brimob dan Polres Tanbu
(GT.Suriansyah)
PT Kodeco Timber Tanah Bumbu (Tanbu) Kalimantan Selatan dituding telah melakukan penggusuran paksa terhadap 13 ribu hektar lebih lahan dan perumahan penduduk dengan melibatkan sejumlah preman, oknum Brimob dan Kapolres Tanbu. Kejadian tersebut diduga diotaki H Syamsudin alias Isam
Tanbu — X-Kàsus.
PT Kodeco Timber dalam operasinya diketahui memegang Hak Penguasaan Hutan (HPH) dari Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 253/KPTS-II/1998 Tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri atas Areal Hutan Seluas 13.090 Ha bertanggal 27 Februari 1998, yang terletak di Kabupaten Kota Baru dan Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan SK tersebut, PT Kodeco Timber diharuskan memenuhi beberapa kewajiban, antara lain membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar areal kerjanya, memberikan izin kepada penduduk asli/masyarakat adat/masyarakat tradisional dan anggota-anggotanya untuk berada di dalam areal kerja PT Kodeco Timber serta memungut dan mengambil hasil hutan seperti: rotan, sagu, madu, damar, buah-buahan, getah-getahan, rumput, bambu, kulit kayu dan lain-lain sepanjang hal itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Bagian keempat SK tersebut menyebutkan antara lain bahwa apabila di dalam areal Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan, atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
Sedangkan bagian kelima SK tersebut menyebutkan antara lain bahwa Pemegang HPHTI akan dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan sebagaimana tersebut dalam keputusan dan peraturan Perundang –undangan yang berlaku.
Dari penelusuran X-KASUS, PT Kodeco Timber sudah beberapa tahun ini mengalami pailit dan tidak melakukan aktifitas lagi, namun secara mengejutkan pada tahun 2011 ini setelah perusahaan tersebut dipegang oleh H Syamsudin alias H Isam, PT Kodeco tiba-tiba mengadakan pengukuran areal lahan yang meliputi beberapa desa dan pemukiman penduduk, lahan perkebunan, pertanian dan lain-lain.
H Isam bahkan telah bertindak lebih jauh dengan melakukan pemagaran dengan kayu ulin, kawat dan beton, lalu memerintahkan para preman beserta oknum Danki beserta Anggota Oknum Brimob Tanbu dan anggota Kapolres Tanbu untuk mengambil paksa tanah warga, dengan menggusur rumah penduduk disertai ancaman dan intimidasi.
Warga yang mendapat tekanan dan dilanda ketakutan, terpaksa menyerahkan tanah perkebunan, sawah, beserta tempat tinggal mereka untuk digusur begitu saja tanpa ganti rugi.
Peristiwa tersebut salah satunya menimpa seorang tokoh Agama Desa Gunung Besar, Abuya. Kepada X-KASUS, Selasa (29/11) di kediamannya Abuya menceritakan bahwa sekira bulan Oktober 2011 saat dirinya sedang berada di kebun, ia disambangi dua orang yang mengaku sebagai anggota Polres dan Pegawai Kehutanan Tanbu. Keduanya menyatakan bahwa kebun karet, durian dan sayuran miliknya tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung.
“Seluruh lahan ini termasuk kawasan hutan lindung yang ditanami oleh Dinas Kehutanan, maka mulai sekarang tidak boleh lagi dikerjakan,” ujar pegawai Dishut itu seperti ditirukan Abuya. Tidak lama berselang, Abuya kemudian dimintai keterangannya di Kantor Polres Tanah Bumbu seputar kepemilikan tanah perkebunan itu. “Saya menjelaskan bahwa lahan tersebut saya dapatkan dari Pembakal Isur dengan membuka hutan sejak tahun 1993 silam seluas kurang lebih 12 Ha. Lahan tersebut saya tanami sekitar 2 ribu pohon karet yang sekarang sudah menghasilkan. Selain itu, saya juga menanam pohon nangka, durian, sayuran, cabe dan terong,” terangnya.
Abuya pun mempertanyakan kapan kebun tersebut termasuk dalam kawasan hutan lindung yang kemudian dijawab oleh Pegawai Kehutanan tersebut, “Belum dan baru akan dibuat”. Jawaban tersebut sangat mengejutkan Abuya. Namun ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia pun ditolak ketika meminta waktu memanen hasil kebunnya. “Tidak bisa dooooong,” ujar seorang anggota Polres Tanbu melarangnya.
Abuya pulang dengan perasaan sedih bercampur rasa takut. Kebun karet dan durian yang dipeliharanya selama 18 tahun tidak lama lagi akan diambil begitu saja. Sebagai seorang warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan hukum, Abuya berharap pemerintah dan penegak hukum yang bersih dan memiliki hati nurani, mau membantu dirinya mendapatkan keadilan.
Baca selengkapnya di:
http://suararakyatjelata.blogspot.com/2011/12/pt-kodeco-timber-tanbu-gusur-tanah-dan.html
Mafia Tambang Di Kalsel Membunuh dan Menggusur Tanah Rakyat?
Mafia Tambang Di Kalsel Membunuh dan Menggusur Tanah Rakyat?
Posted on April 20, 2012 by A Nizami
Lili Dewi dari Banjarmasin bersedih karena selama 7 tahun, kasus pembunuhan terhadap suaminya belum diselesaikan aparat secara adil. Pembunuhnya hanya dihukum 4 bulan. Sementara orang yang menyuruh si pembunuh justru bebas tidak terhukum.
Kepada siapa dia harus mengadu?
Inilah berbagai kumpulan beritanya. Meski sudah dimuat di berbagai media massa, namun kasus ini belum tuntas jua.
Tempo, 23 MEI 2011
PEMBUNUHAN
Mengejar Dalang dengan Testimoni
Mata Lilik Dwi Purwaningsih berkaca-kaca. Kamis pekan lalu itu, perempuan 50 tahun ini baru berobat di Rumah Sakit Ulin, Banjarmasin. Hari itu Lilik, yang sehari-harinya tinggal di Tanah Bumbu, sekitar 300 kilometer dari Banjarmasin, datang ke Ulin untuk memeriksakan penyakit radang empedu yang sudah dua tahun terakhir diidapnya.
Lilik menangis bukan karena dadanya yang terus nyeri diterjang radang. Ia mengaku pedih lantaran hingga kini pengaduannya perihal pembantaian terhadap suaminya tujuh tahun silam belum mendapat tanggapan memuaskan. Padahal, untuk itu, ia sudah mendatangi sejumlah lembaga penegak hukum.
Pada pertengahan Maret lalu, misalnya, ia mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sebelumnya, ia sudah pula mengadu ke Markas Besar Kepolisian, Komisi Yudisial, dan juga Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kepada sejumlah instansi itu ia serahkan bukti-bukti yang ia miliki tentang kasus dan dalang pembunuhan suaminya, yang hingga kini belum tersentuh. Ia berharap, dengan dokumen itu, aparat segera meringkus otak pembunuh Hadriansyah, suaminya. “Saya ingin aparat hukum juga ditindak,” kata Lilik. “Masak, hukuman untuk seorang pembunuh hanya tiga sampai empat bulan.”
Hadriansyah, yang sehari-hari juga sebagai guru seperti Lilik, tewas dibantai pada 9 Februari 2004 di sebuah rumah kawannya yang terletak di dekat SDN I, Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu. Sabetan golok ke sejumlah bagian tubuhnya membuat nyawanya melayang. Pembantaian itu terjadi tak berapa lama setelah guru olahraga itu memprotes kegiatan perusahaan batu bara milik Andi Syamsudin, pengusaha ternama di daerah itu, yang lebih dikenal dengan nama Haji Isam.
Jika Lilik ngotot meminta dalang pelakunya ditangkap, itu karena ia kini mengaku memiliki bukti yang dinilainya sangat sahih. Bukti itu bukan datang dari sembarang orang, tapi justru dari pelaku pembunuhan itu: Muhammad Aini alias Culin.
Dalam pengakuannya itu, Culin bersumpah bahwa dialah yang membunuh Hadriansyah. Ia menyatakan melakukan itu atas perintah Isam. “Kayak apa mun orangnya melawan, Ji?” (bagaimana kalau melawan?). “Selesaikan aja, paling sebiji alat habis?” demikian tanya-jawab antara anak buah dan -bosnya itu, beberapa saat sebelum Culin membunuh Hadriansyah.
l l l
CULIN mengaku melakukan pembunuhan itu atas perintah Andi Syamsudin pada 4 Mei tahun lalu. Saat itu ia membeberkannya kepada Gusti Suriansyah, salah satu tokoh pemuda Tanah Bumbu yang bersimpati pada nasib Lilik. Pengakuan itu kemudian dibuat di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan ia tanda -tangani. “Semua rekaman pengakuannya itu ada pada saya,” kata Gusti kepada Tempo Jumat pekan lalu.
Dalam testimoninya, Culin bercerita, pada hari tewasnya Hadriansyah itu, sebelumnya ia tengah berada di rumahnya. Saat itu warga, termasuk Hadriansyah, tengah gencar-gencarnya berunjuk rasa di jalan eks Kodeco Km 8 RT 6 Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Tak berapa lama muncul di rumahnya Isam bersama lima karyawannya, yakni Babak, Asyid, Amat, Ansyah, dan seorang lainnya sebagai sopir. Kepada Culin, Isam menyatakan ada seseorang yang menantangnya berkelahi. Pengusaha muda itu meminta Culin meladeni tantangan tersebut. “Pukuli saja,” ujar Culin, menirukan perintah Isam, seperti tertulis dalam dokumen pengakuan.
Dengan menggunakan Toyota Kijang, rombongan Isam tiba SDN Sarigadung. Inilah tempat berkonsentrasinya warga yang tengah berunjuk rasa. Begitu turun dari mobil, Isam langsung berteriak dan menunjuk seseorang. Tanpa pikir panjang, Culin langsung berlari memburu target yang sudah ditunjukkan Isam, yakni Hadriansyah, yang saat itu langsung berlari menyelamatkan diri.
Menurut Culin, dalam aksi kejar-kejaran itu, dirinya sempat membacokkan parangnya ke punggung Hadriansyah. Guru olahraga itu terus berlari masuk rumah dinas seorang guru. Terpojok di sebuah kamar, bapak tiga anak itu dihabisi Culin. Beberapa saat kemudian terdengar letusan senjata api dari luar rumah, disertai teriakan Isam, yang memerintahkan anak buahnya segera pergi dari tempat itu.
Menurut Culin, di dalam mobil yang melaju kencang meninggalkan Sarigadung, Isam memintanya mengakui bahwa dirinya pembunuh Hadriansyah. Culin, yang terkejut atas perintah itu, langsung bertanya tentang hukuman apa yang akan diterimanya. “Paling hanya beberapa bulan,” kata Culin dalam testimoninya, mengutip jawaban Isam. Culin lantas menyerahkan diri ke Kepala Kepolisian Resor Tanah Bumbu.
“Ramalan” Isam terbukti. Ditahan beberapa pekan, kemudian diajukan ke kejaksaan, lantas pengadilan, belakangan Culin hanya dihukum empat bulan penjara. Rekannya yang lain, Ardi alias Babak, yang turut serta dalam pembunuhan itu, bahkan lebih ringan, tujuh hari. Padahal, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mereka yang terbukti melakukan pembunuhan hukumannya minimal 15 tahun.
Akhir pekan lalu Tempo menghubungi Culin untuk meminta komentarnya tentang pengakuannya yang kini dipakai Lilik untuk “mengejar” Isam. Culin menolak mengulangi cerita yang kini dijadikan bukti keterlibatan Isam oleh Lilik itu. “Saya tidak mau bicara lagi soal itu,” kata laki-laki 28 tahun itu. Ia meminta Tempo tidak menanyainya lagi. Gusti Suriansyah menyatakan ia tak terkejut jika Culin bersikap seperti itu. Gusti menduga Culin kini dalam kondisi tertekan.
Andi Syamsudin tak bisa dihubungi untuk diminta konfirmasi perihal testimoni yang dibuat Culin itu. Berkali-kali dikontak, telepon selulernya hanya mengeluarkan bunyi nada sambung. Djunaidi, yang pernah menjadi pengacara Isam, pun mengaku kini kesulitan melakukan kontak dengan bekas kliennya itu. Jumat malam pekan lalu, ponsel Isam memberi jawaban. Isinya menyatakan nomor yang dihubungi itu dialihkan atas permintaan pelanggan. Tapi, dari ujung telepon, yang mengangkat seseorang yang mengaku Rudi. Djunaidi pun membenarkan nomor yang dihubungi Tempo adalah nomor telepon Isam.
Isam sebenarnya pernah membantah sebagai otak pembunuhan itu. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada Juni 2010, ia menegaskan tak terlibat sama sekali dalam pembunuhan -Hadriansyah.
l l l
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menolak jika disebut tak merespons pengaduan Lilik. Menurut juru bicara Polda Kalimantan Selatan, Ajun Komisaris Besar Edy Ciptianto, pihaknya tengah memeriksa empat saksi yang mengetahui peristiwa tujuh tahun silam itu. Edy tak mau berkomentar tentang testimoni Culin yang menyebut ia melakukan itu atas perintah Isam. “Itu teknis,” kata Edy. Yang pasti, ujar Edy, semua keterangan yang ditulis di dalam testimoni dan isi rekaman pengakuan Culin membantu polisi.
Lilik sendiri mengakui, upayanya menuntut agar otak pembunuh suaminya itu ditangkap memang berisiko. Tapi, ujarnya, kezaliman yang menimpa suaminya, yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, telah menyingkirkan semua rasa takutnya. “Saya akan terus menuntut keadilan ini,” ujar Lilik.
sumber berita http://infoindonesia.wordpress.com/2012/04/20/mafia-tambang-di-kalsel-membunuh-dan-menggusur-tanah-rakyat/
Sandy Indra Pratama, Khaidir Rahman (Banjarmasin)
Posted on April 20, 2012 by A Nizami
Lili Dewi dari Banjarmasin bersedih karena selama 7 tahun, kasus pembunuhan terhadap suaminya belum diselesaikan aparat secara adil. Pembunuhnya hanya dihukum 4 bulan. Sementara orang yang menyuruh si pembunuh justru bebas tidak terhukum.
Kepada siapa dia harus mengadu?
Inilah berbagai kumpulan beritanya. Meski sudah dimuat di berbagai media massa, namun kasus ini belum tuntas jua.
Tempo, 23 MEI 2011
PEMBUNUHAN
Mengejar Dalang dengan Testimoni
Mata Lilik Dwi Purwaningsih berkaca-kaca. Kamis pekan lalu itu, perempuan 50 tahun ini baru berobat di Rumah Sakit Ulin, Banjarmasin. Hari itu Lilik, yang sehari-harinya tinggal di Tanah Bumbu, sekitar 300 kilometer dari Banjarmasin, datang ke Ulin untuk memeriksakan penyakit radang empedu yang sudah dua tahun terakhir diidapnya.
Lilik menangis bukan karena dadanya yang terus nyeri diterjang radang. Ia mengaku pedih lantaran hingga kini pengaduannya perihal pembantaian terhadap suaminya tujuh tahun silam belum mendapat tanggapan memuaskan. Padahal, untuk itu, ia sudah mendatangi sejumlah lembaga penegak hukum.
Pada pertengahan Maret lalu, misalnya, ia mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sebelumnya, ia sudah pula mengadu ke Markas Besar Kepolisian, Komisi Yudisial, dan juga Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kepada sejumlah instansi itu ia serahkan bukti-bukti yang ia miliki tentang kasus dan dalang pembunuhan suaminya, yang hingga kini belum tersentuh. Ia berharap, dengan dokumen itu, aparat segera meringkus otak pembunuh Hadriansyah, suaminya. “Saya ingin aparat hukum juga ditindak,” kata Lilik. “Masak, hukuman untuk seorang pembunuh hanya tiga sampai empat bulan.”
Hadriansyah, yang sehari-hari juga sebagai guru seperti Lilik, tewas dibantai pada 9 Februari 2004 di sebuah rumah kawannya yang terletak di dekat SDN I, Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Tanah Bumbu. Sabetan golok ke sejumlah bagian tubuhnya membuat nyawanya melayang. Pembantaian itu terjadi tak berapa lama setelah guru olahraga itu memprotes kegiatan perusahaan batu bara milik Andi Syamsudin, pengusaha ternama di daerah itu, yang lebih dikenal dengan nama Haji Isam.
Jika Lilik ngotot meminta dalang pelakunya ditangkap, itu karena ia kini mengaku memiliki bukti yang dinilainya sangat sahih. Bukti itu bukan datang dari sembarang orang, tapi justru dari pelaku pembunuhan itu: Muhammad Aini alias Culin.
Dalam pengakuannya itu, Culin bersumpah bahwa dialah yang membunuh Hadriansyah. Ia menyatakan melakukan itu atas perintah Isam. “Kayak apa mun orangnya melawan, Ji?” (bagaimana kalau melawan?). “Selesaikan aja, paling sebiji alat habis?” demikian tanya-jawab antara anak buah dan -bosnya itu, beberapa saat sebelum Culin membunuh Hadriansyah.
l l l
CULIN mengaku melakukan pembunuhan itu atas perintah Andi Syamsudin pada 4 Mei tahun lalu. Saat itu ia membeberkannya kepada Gusti Suriansyah, salah satu tokoh pemuda Tanah Bumbu yang bersimpati pada nasib Lilik. Pengakuan itu kemudian dibuat di atas kertas bermeterai Rp 6.000 dan ia tanda -tangani. “Semua rekaman pengakuannya itu ada pada saya,” kata Gusti kepada Tempo Jumat pekan lalu.
Dalam testimoninya, Culin bercerita, pada hari tewasnya Hadriansyah itu, sebelumnya ia tengah berada di rumahnya. Saat itu warga, termasuk Hadriansyah, tengah gencar-gencarnya berunjuk rasa di jalan eks Kodeco Km 8 RT 6 Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Tak berapa lama muncul di rumahnya Isam bersama lima karyawannya, yakni Babak, Asyid, Amat, Ansyah, dan seorang lainnya sebagai sopir. Kepada Culin, Isam menyatakan ada seseorang yang menantangnya berkelahi. Pengusaha muda itu meminta Culin meladeni tantangan tersebut. “Pukuli saja,” ujar Culin, menirukan perintah Isam, seperti tertulis dalam dokumen pengakuan.
Dengan menggunakan Toyota Kijang, rombongan Isam tiba SDN Sarigadung. Inilah tempat berkonsentrasinya warga yang tengah berunjuk rasa. Begitu turun dari mobil, Isam langsung berteriak dan menunjuk seseorang. Tanpa pikir panjang, Culin langsung berlari memburu target yang sudah ditunjukkan Isam, yakni Hadriansyah, yang saat itu langsung berlari menyelamatkan diri.
Menurut Culin, dalam aksi kejar-kejaran itu, dirinya sempat membacokkan parangnya ke punggung Hadriansyah. Guru olahraga itu terus berlari masuk rumah dinas seorang guru. Terpojok di sebuah kamar, bapak tiga anak itu dihabisi Culin. Beberapa saat kemudian terdengar letusan senjata api dari luar rumah, disertai teriakan Isam, yang memerintahkan anak buahnya segera pergi dari tempat itu.
Menurut Culin, di dalam mobil yang melaju kencang meninggalkan Sarigadung, Isam memintanya mengakui bahwa dirinya pembunuh Hadriansyah. Culin, yang terkejut atas perintah itu, langsung bertanya tentang hukuman apa yang akan diterimanya. “Paling hanya beberapa bulan,” kata Culin dalam testimoninya, mengutip jawaban Isam. Culin lantas menyerahkan diri ke Kepala Kepolisian Resor Tanah Bumbu.
“Ramalan” Isam terbukti. Ditahan beberapa pekan, kemudian diajukan ke kejaksaan, lantas pengadilan, belakangan Culin hanya dihukum empat bulan penjara. Rekannya yang lain, Ardi alias Babak, yang turut serta dalam pembunuhan itu, bahkan lebih ringan, tujuh hari. Padahal, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mereka yang terbukti melakukan pembunuhan hukumannya minimal 15 tahun.
Akhir pekan lalu Tempo menghubungi Culin untuk meminta komentarnya tentang pengakuannya yang kini dipakai Lilik untuk “mengejar” Isam. Culin menolak mengulangi cerita yang kini dijadikan bukti keterlibatan Isam oleh Lilik itu. “Saya tidak mau bicara lagi soal itu,” kata laki-laki 28 tahun itu. Ia meminta Tempo tidak menanyainya lagi. Gusti Suriansyah menyatakan ia tak terkejut jika Culin bersikap seperti itu. Gusti menduga Culin kini dalam kondisi tertekan.
Andi Syamsudin tak bisa dihubungi untuk diminta konfirmasi perihal testimoni yang dibuat Culin itu. Berkali-kali dikontak, telepon selulernya hanya mengeluarkan bunyi nada sambung. Djunaidi, yang pernah menjadi pengacara Isam, pun mengaku kini kesulitan melakukan kontak dengan bekas kliennya itu. Jumat malam pekan lalu, ponsel Isam memberi jawaban. Isinya menyatakan nomor yang dihubungi itu dialihkan atas permintaan pelanggan. Tapi, dari ujung telepon, yang mengangkat seseorang yang mengaku Rudi. Djunaidi pun membenarkan nomor yang dihubungi Tempo adalah nomor telepon Isam.
Isam sebenarnya pernah membantah sebagai otak pembunuhan itu. Dalam wawancaranya dengan Tempo pada Juni 2010, ia menegaskan tak terlibat sama sekali dalam pembunuhan -Hadriansyah.
l l l
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan menolak jika disebut tak merespons pengaduan Lilik. Menurut juru bicara Polda Kalimantan Selatan, Ajun Komisaris Besar Edy Ciptianto, pihaknya tengah memeriksa empat saksi yang mengetahui peristiwa tujuh tahun silam itu. Edy tak mau berkomentar tentang testimoni Culin yang menyebut ia melakukan itu atas perintah Isam. “Itu teknis,” kata Edy. Yang pasti, ujar Edy, semua keterangan yang ditulis di dalam testimoni dan isi rekaman pengakuan Culin membantu polisi.
Lilik sendiri mengakui, upayanya menuntut agar otak pembunuh suaminya itu ditangkap memang berisiko. Tapi, ujarnya, kezaliman yang menimpa suaminya, yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, telah menyingkirkan semua rasa takutnya. “Saya akan terus menuntut keadilan ini,” ujar Lilik.
sumber berita http://infoindonesia.wordpress.com/2012/04/20/mafia-tambang-di-kalsel-membunuh-dan-menggusur-tanah-rakyat/
Sandy Indra Pratama, Khaidir Rahman (Banjarmasin)
Kamis, 03 Mei 2012
OKNUM POLISI DI DUGA LINDUNGI PETI BATUBARA
Batu Licin. Penambangan tanpa izin sudah lama tidak terdengar karena sifatnya merusak kawasan hutan dan sangat merugikan daerah maupun pemerintah.Peti sudah lama di brantas, ditertibkan pemerintah, tapi ternyata kita kecolongan, diduga adanya oknum-oknum polisi yang memanfaatkan hal tersebut, sementara kita lengah mereka menambang batubara untuk memperkaya diri sendiri, tentu saja mereka bekerja sama dengan petugas, oknum-oknum tertentu, kalau ada masyarakat yang menambang tanpa adanya kerja sama dengan mereka (Oknum Polisi Polres) di tangkap.
Yah… inilah hukum kita di Tanah Bumbu sangat menyedihkan, fakta yang didapat Media Publik Polisi yang bertugas di Tanah Bumbu kaya-kaya semua, tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima.
Rabu(24/3) Kopral Jono (Nama Samaran), karena namanya minta dirahasiakan dengan surat pernyataan menyatakan bahwa penambangan batu bara tanpa izin sudah lama dilakukan oleh oknum-oknum polisi Tanah Bumbu, maupun mereka bekerja sama dengan bos-bos Batubara yang berani kasih modal sekaligus pembeli.
Penambanagn tanpa izin ini berjalan sejak tahun 2007 sampai sekarang. Secara misterius dan terkoordinisir dengan rapi, seperti mafia tambang. Mereka menambang di Km. 26 dan Km. 10 kodeco.
Rabu, 02 Mei 2012
Laporan Pengaduan Masyarakat Di Abaikan Polisi
KOMANDO BORNEO NEWS.Laporan dan pengaduan Masyarakat tentang lahan mereka yang diserobot untuk penambangan batubara tanpa izin,diabaikan oleh polisi Sektor Kintap,Polres Tanah laut, Polda kalimantan Selatan. Pemilik lahan yang diwakili oleh penjaga lahan tersebut sudah melaporkan ke pihak polisi sektor Kintap, karena tidak ada tanggapan dari polisi sektor Kintap, pihak pelapor akhirnya melaporkan hal itu ke Propam Polda kalsel. Namun, yang terjadi si pelapor disuruh kembali melapor ke Polsek Kintap dan meminta keterangan Kapolsek tentang bagaimana perkembangan dari hasil laporan pengaduan tersebut.
Dalam kasus ini Pihak Pelapor merasa sangat dirugikan oleh pihak Kepolisian Sektor Kintap hingga Propam Kalsel, sebab selama laporan tersebut tidak ditindak lanjuti,pihak terlapor terus menggarap dan merusak lahan mereka untuk penambangan batubara tanpa izin di gunung Balumut Kintap. Masyarakat dan pihak pelapor menduga ada oknum polisi yang membekingi tamabang illegal di atas lahan masyarakat ini, sebab laporan yang disampaikan ke pihak kepolisian tidak ditanggapi.
Menurut H . Rodi Firdaus Pemilik lahan yang digarap penambang liar tersebut, Kapolsek Kintap AKP Riza Muttaqim,SH, SIK berjanji akan menindak penambang liar diatas lahannya,namun janji tersebut hanya tinggal janji saja. Sebab dua pekan lebih tidak terlihat adanya tindakan yang diambil terhadap penambang tanpa izin tersebut.
Sementara itu penambang liar yang menggarap lahan warga tersebut sesumbar dengan mengaku ia orang dari Mabes Polri dan tidak akan tersentuh hukum.H.rodi merasa sangat dirugikan sekali,pertam,a laporan tidak ada tanggapan ,kedua lahan mereka rusak akibat ribuan ton batubara diambil dari lahan yang dilaporkannya.
Rabu, 25 April 2012
Langganan:
Postingan (Atom)